Powered By Blogger

Sabtu, 26 Maret 2011

Asuhan Keperawatan AIDS


Abstrak
Infeksi HIV pada monosit dan makrofag berlangsung secara persisten dan tidak menyebabkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh, untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terin­feksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung ­terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Proses keperawatan merupakan  faktor penting dalam survival pasien, pemeliharaan, perawatan kesehatan, rehabilitatif, dan preventif komplikasi. Asuhan keperawatan bagi pengidap AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien.

Kata kunci : infeksi oportunistik, metodelogi keperawatan, kebutuhan pasien.




Pendahuluan
Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS) pertama-tama menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981.1 AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut.2 AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan/atau neoplasma yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang sebelumnya dalam  keadaan sehat. Menurut Smeltzer3 AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV.
Human Immunedeficiency Virus (HIV)  tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) , menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.4

Patofisiologi

HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal scbagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus terse­but membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap dan dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif  berikatan dengan sel-sel CD4-posisitf (CD4+) adalah gp120 dari HIV. 3
Sel-sel  CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (yang dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV); limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel di atas.3-5 Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.3          
Menurut Smeltzer3 siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sam­pai sel  yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi  sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin l) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV; cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Seba­gai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi HIV pada monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel itu menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem itu untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan itu dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya.3
Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terin­feksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung ­terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun terstimulasi. replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi ber­ikutnya pada sel-sel CD4+ yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada yang diperkirakan sebe­lumnya sebagaimana dibuktikan oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ per hari. Keseluruhan populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami "pergantian (turn over)" setiap 15 hari sekali.3,6
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan de­ngan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi terse­but. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi yang lain; reproduksi HIV berjalan dengan lam­bat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh seba­gian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama berpu­luh tahun; kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.3,7
Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan bebe­rapa peranan yang penting, yaitu: mengenali antigen yang asing, mengaktifkan Limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduk­si limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik.3

Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan dan sebagai suatu pendekatan problem solving  yang memerlukan ilmu; teknik, dan keterampilan interpersonal yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang squensial dan berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.8-10
Asuhan keperawatan merupakan  faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan.6 Asuhan keperawatan bagi pengidap AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien.

Pengkajian

Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor resiko yang potensial, termasuk praktik seksual, dan penggunaan obat-bius (IV). Status fisik dan psikologis klien harus dinilai. Fokus pengkajian meliputi status nutrisi, kulit dan membran mukosa, status respiratoirus, status neurologis, status cairan dan elektrolit, dan tingkat pengetahuan.3
Pendapat lain mengatakan bahwa dasar data pengkajian meliputi; aktivitas/istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan/cairan, higiene, neurosensori, nyeri / kenyamanan, pernapasan, keamanan, seksualitas, dan interaksi sosial.6

Aktivitas /Istirahat
Gejala  : mudah lelah, toleransi terhadap aktivitas berkurang, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur
Tanda   :  kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan tensi, frekuensi jantung, dan pernapasan

Sirkulasi
Gejala  : penyembuhan luka lambat (bila anemia), perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)
Tanda   : Takikardia, perubahan tensi postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/sianosis, perpanjangan pengisian  kapiler.

Integritas Ego
Gejala  : faktor stres berhubungan dengan kehilangan, mis. dukungan keluarga/orang lain, penghasilan, gaya hidup, distres spiritual, mengkhawatirkan penampilan ; alopesia, lesi cacat, menurunnya berat bedan (BB). Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi.
Tanda   : Mengingkari, cemas, depesi, takut, menarik diri, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala yang sama.

Eliminasi
Gejala  : diare yang intermiten, terus menerus, disertai / tanpa kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda   : feses encer disertai / tanpa mukus atau darah, diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, dan perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urin.

Makanan / Cairan
Gejala  : Tidak napsu makan, mual/muntah, perubahan kemampuan mengenali makanan, disfagia, nyeri retrosternal saat menelan dan penurunan BB yang progresif
Tanda   :  bising usus dapat hiperaktif, kurus, menurunnya lemak subkutan/masa otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna pada mulut. Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal, dan edema (umum, dependen)

Higiene
Gejala  : tidak dapat menyelesaikan aktivitas sehari-hari
Tanda   : memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, kekurangan dalam perawatan diri, dan aktivitas perawatan diri.

Neurosensori
Gejala  : pusing, sakit kepala, perubahan status mental, berkurangnya kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun. Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran, kelemahan otot, tremor, perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan pada ekstrimitas (paling awal pada kaki).
Tanda   : perubahan status mental kacau mental sampai dimensia, lupa konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, respon melambat, ide paranoid, ansietas, harapan yang tidak realistis, timbul reflak tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia, tremor, hemoragi retina dan eksudat, hemiparesis, dan kejang.

Nyeri / Kenyamanan
Gejala  : nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala (keterlibatan SSP), nyeri dada pleuritis
Tanda   : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang gerak (ROM), perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi bagian yang sakit.

Pernapasan
Gejala  : napas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah), batuk produktif/nonproduktif, bendungan atau sesak pada dada
Tanda   : takipnea, distres pernapasan, perubahan bunyi napas/bunyi napas adventisius, sputum kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)

Keamanan
Gejala  : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat sembuh, riwayat transfusi berulang, riwayat penyakit defisiensi imun (kanker tahap lanjut), riwayat infeksi berulang, demam berulang ; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten, berkeringat malam
Tanda   : perubahan integritas kulit ; terpotong, ruam, mis. ruam, eksim, psoriasis, perubahan warna, mudah terjadi memar, luka-luka perianal atau abses, timbul nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe  pada dua area atau lebih ( mis. leher, ketiak, paha). Kekuatan umum menurun, perubahan pada gaya berjalan.

Seksualitas
Gejala  : riwayat perilaku berisiko tinggi yaitu hubungan seksual dengan pasangan positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual, dan penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil KB yang meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan kekeringan vagina.
Tanda   : kehamilan atau resiko terhadap hamil, pada genetalia manifestasi kulit (mis. herpes, kutil), dan rabas.

Interaksi Sosial
Gejala : kehilangan kerabat/orang terdekat, rasa takut untuk mengungkapkan pada orang lain, takut akan penolakan / kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
Tanda   : perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

Diagnosa Keperawatan
Ada 14 diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pengidap AIDS.6 Diagnosis keperawatan tersebut adalah  1) Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis/awitan infeksi oportunistik, 2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan, 3) Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif, kerusakan pertukaran gas, 4) Resiko tinggi terhadap cedera (perubahan faktor pembekuan), 5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, 6) Nyeri akut/kronis, 7) Resiko tinggi/aktual terhadap kerusakan integritas kulit, 8) Perubahan membran mukosa oral, 9) Kelelahan, 10) Perubahan proses pikir, 11) Ansietas, 12) Isolasi sosial, 13) Ketidakberdayaan, dan 14) Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Sedangkan menurut Smeltzer3 diagnosa keperawatan yang utama bagi pengidap AIDS, adalah sebagai berikut : 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan manifestasi HIV, ekskoriasi dan diare pada kulit, 2) Diare yang berhubungan dengan kuman patogen usus dan / atau infeksi HIV, 3) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan immunodefisiensi, 4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan hipoksia yang menyertai infeksi paru, 5) Perubahan proses pikir berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai ensefalopati HIV, 6) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pneumonia pneumocystis carinii, peningkatan sekresi bronkus, dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih, 7) Nyeri berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare, sarkoma kaposi dan neuropati perifer, 8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan asupan oral, 9) Isolasi sosial berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang lain, 10) Berduka diantisipasi berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta pernannya, dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan, 11) Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan HIV dan perawatan mandiri.
Menurut Carpenito11, diagnosa keperawatan utama pada pengidap AIDS, adalah : 1) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan sifat alami kondisi AIDS, gangguan peran, dan masa depan yang tidak-pasti, 2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan penularan melalui darah eksresi tubuh, 3) Isolasi sosial berhubungan dengan ketakutan akan penolakan aktual dan sekunder, takut, 4) Resiko tinggi inefektivitas regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, transmisi, kontrol infeksi, dan pelayanan masyarakat, 5) Resiko tinggi kurang nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan infeksi HIV , infeksi oportunistik / keganasan akibat AIDS, 6) Resiko tinggi inefektivitas koping individu berhubungan dengan situasional krisis ( mis. infeksi HIV baru, hasil diagnosa AIDS, pertama kali opname), 7) Resiko tinggi ketegangan petugas pelayanan berhubungan dengan stigma tentang AIDS, dan ketidakpastian tentang penyakit dan kebutuhan akan petugas pelayanan.

Intervensi Keperawatan
Meningkatkan Integritas Kulit.  Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin dari adanya infeksi dan kerusakan kulit. Pasien dianjurkan mempertahankan keseimbangan antara istirahat dan mobilitas. Bantu mengubah posisi pasien setiap 2 jam bagi yang imobilisasi. Pasien diminta untuk tidak menggaruk dan menggunakan sabun nonabrasif, memakai pelembab tanpa parfum untuk mencegah kekeringan kulit.
Gunakan losion, salep, dan kasa steril pada kulit yang sakit sesuai ketentuan dokter. Obat antipruritus, antibiotik dan analgesik diberikan menurut ketentuan dokter. Penggunaan plester harus dihindari. Menjaga agar kain sprei tidak berkerut dan hindari memakai pakaian ketat.
Daerah perianal pasien harus sering diperika, bersihkan setiap kali selesai defekasi dengan sabun nonabrasif. Rendam duduk atau irigasi secara perlahan-lahan untuk pembersihan dan meningkatkan kenyamanan. Pasien dengan keadaan umum yang buruk memerlukan bantuan untuk memelihara kebersihan diri.
Meningkatkan kebiasaan Defekasi yang Lazim. Nilai pola defekasi, frekuensi defekasi, dan konsistensi feses serta pasien yang melaporkan rasa sakit pada perut terkait dengan defekasi. Kuantitas dan volume feses cair diukur untuk mencatat kehilangan volume cairan. Kultur feses untuk menentukan penyebab diare. Konseling untuk pengobatan dan asupan makanan yang adekuat.
Mencegah Infeksi. Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk memantau tanda dan gejala infeksi, yaitu demam, mengigil, keringat malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas pendek, kesulitan bernapas, sakit / sulit menelan, bercak putih di rongga mulut, penurunan BB yang tidak jelas penyebabnya, kelenjar limfe membengkak, mual, muntah, diare persisten, sering berkemih, sulit dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan penurunan daya ingat, kemerahan, keluar sekret pada luka, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal. Perawat harus memantau  hasil laboratorium, seperti hitung leukosit dan hitung jenis.
Penyuluhan mencakup higiene perorangan, rumah (seperti kamar, dapur) harus bersih untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Jika harus membersihkan kotoran, pasien  harus memakai sarung tangan. Pengidap AIDS dan pasangannya harus menghindari kontak dengan cairan tubuh selama melakukan hubungan seksual dan selalu menggunakan kondom pada segala bentuk hubungan seks. Pentingnya menghindari rokok dan mempertahankan keseimbangan antara diet, istirahat, dan latihan. Semua petugas kesehatan harus selalu mempertahankan tindakan penjagaan universal dalam semua perawatan pasien.
Memperbaiki Toleransi terhadap Aktivitas. Toleransi terhadap aktivitas dinilai dengan memantau kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi) dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Bantuan dalam menyusun rencana rutinitas harian untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat mungkin diperlukan. Barng-barang pribadi yang sering digunakan harus ditaruh pada tempat yang mudah dijangkau. Terapi relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan yang turut menimbulkan kelemahan dan keadaan mudah letih. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain mungkin diperlukan, seperti kelemahan akibat adanya anemia, yang memerlukan terapi obat-obatan.
Memperbaiki Proses Pikir. Status mental harus dinilai sedini mungkin untuk memberikan data dasar  bagi keperluan pemantauan perubahan perilaku. Pasien dan keluarga harus dibantu untuk memahami dan mengatasi semua perubahan yang terjadi dalam proses pikir. Pasien mungkin memerlukan reorientasi, semua instruksi harus dengan bahasa yang jelas dan sederhana.
Memperbaiki Bersihan Jalan Napas. Frekuensi, irama, penggunaan otot aksesoris dan suara pernapasan ; status mental; dan warna kulit diperiksa minimal  sekali sehari. Adanya sputum harus dicatat, batuk, bernapas dalam, drainase postural, perkusi dan vibrasi dilakukan sedikitnya setiap dua jam untuk mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan saluran napas. Berikan posisi fowler tinggi atau semi fowler yang akan meudahkan pernapasan dan bersihan saluran napas. Evaluasi status volume cairan  untuk mempertahankan terapi hidrasi yang adekuat. Suctioning nasofaring atau trakea, intubasi dan ventalasi mekanis.
Meredakan Nyeri dan ketidaknyamanan. Nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai kurang dari 6 bulan. Sedangkan nyeri kronik adalah keadaan dimana individu mengalami nyeri menetap atau berulang , dalam waktu lebih dari 6 bulan.12 Nilai kualitas dan kuantitas nyeri yang berkaitan dengan terganggunya integritas kulit perineal, lesi sarkoma, dan neuropati perifer. Tindakan membersihkan daerah perianal, gunakan anestesi lokal / salep dapat diresepkan, bantal yang lunak dapat digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman. Kepada klien diminta menghindari makanan yang mengiritasi usus, gunakan antispasmodik dan antidiare untuk mengurangi gangguan rasa nyaman serta frekuensi defekasi. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan.
Memperbaiki Status Nutrisi. Status nutrisi dinilai melalui memantau BB, asupan makanan, antropometri, kadar albumin, BUN, protein serta transferin dalam serum. Pengendalian mual dan muntah dengan obat antiemetik dapat meningkatkan asupan diet pasien. Menganjurkan pasien memakan makanan yang mudah ditelan dan menghindari makanan kasar, pedas atau lengket, serta terlalu panas atau dingin. Menganjurkan menjaga higiene oral sebelum dan sesudah makan.
Jadual makan harus diatur sehingga tidak jatuh pada saat pasien baru saja menjalani tindakan yang menyebabkan nyeri dan dalam keadaan kelelahan. Konsultasi dengan ahli diet untuk menentukan kebutuhan nutrisi. Penggunaan suplemen  yang khusus dirancang untuk pengidap AIDS dapat dianjurkan pada pasien. Bila asupan oral tidak dapat dipertahankan, memerlukan terapi nutrisi enteral atau parenteral. Perawat komunitas atau perawatan di rumah (home care) dapat memberikan pelajaran tambahan serta dukungan setelah pasien pulang dari rumah sakit.
Mengurangi Isolasi Sosial. Isolasi sosial adalah pengalaman sendiri individu akibat perlakuan orang lain dan dianggap sebagai hal yang negatif dan mengancam status. Isolasi sosial dapat terjadi akibat adanya penyakit yang menyeramkan, dan mengakibatkan kegelisahan di suatu masyarakat, sehingga menyebabkan seseorang diasingkan, misalnya penyakit tuberkulosis dan AIDS.13
Pengidap AIDS menarik diri baik secara fisik maupun emosional dari kontak sosial, akibat stigmatisasi ganda.  Perawat berada dalam posisi kunci untuk menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap pengidap AIDS dan keluarga serta pasangannya. Pasien dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan terisolasi, kesepiannya, dan perawat harus menetramkannya dengan menjelaskan bahwa semua perasaan ini merupakan hal yang lazim serta normal.
Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak menghindari kontak sosial. Menjelaskan kepada pasien, keluarga dan sahabatnya bahwa penyakit AIDS tidak ditularkan melalui kontak biasa. Pendidikan bagi petugas kesehatan untuk mengurangi faktor-faktor yang membuat pasien merasa terisolasi.
Koping Terhadap Kesedihan. Membantu pasien untuk mengutarakan  perasaannya dan menggali serta mengenali sumber yang bisa memberikan dukungan dan mekanisme untuk mengatasi persoalan tersebut. Mendorong pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga , sahabatnya dan memanfaatkan kelompok pendukung. Pasien juga dianjurkan untuk meneruskan kegiatan yang biasa mereka lakukan.
Pendidikan Pasien dan pertimbangan Perawatan di Rumah. Pasien, keluarga, dan sahabatnya diberitahu mengenai cara-cara penularan penyakit AIDS. Semua ketakutan dan kesalahpahaman harus dibicarakan dengan seksama.

Evaluasi
Hasil yang diharapkan daripada intervensi yang sudah  dilaksaanakan, adalah : 1) Mempertahankan integritas kulit, 2) Mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang normal, 3) Tidak mengalami infeksi, 4) Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap aktivitas, 5) Mempertahankan tingkat proses pikir yang lazim, 6) Mempertahankan kebersihan saluran napas yang efektif, 7) Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri, 8) Mempertahankan status nutrisi yang memadai, 9) Mengalami pengurangan perasaan terisolasi dari pergaulan sosial, 10) Melewati proses kesedihan / dukacita, 11) Melaporkan tingkat pemahaman tentang penyakit AIDS serta berpartisipasi dengan maksimal dalam kegiatan perawatan mandiri.3
  
 Daftar Pustaka
1.        Price. S.A., &  Wilson. L.M. Patofisiologi : konsep klinis prose-proses penyakit. edisi 4. Alih bahasa : Anugerah. P, Jakarta: EGC. 1995
2.        Djuanda. A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi-2. Jakarta : Gaya Baru. 1993.
3.        Smeltzer. S.C.,& Bare. B.G. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical. 8 ed. Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers. 1996.
4.        Despopoulos. A., & Silbernagl. S. Color atlas of physiology, alih bahasa : Handojo. Y. Jakarta : Hipokrates.  1985.
5.        Sherwood. L. Fisiologi Manusia. edisi 2. Alih bahasa : Pendit. B.U. Jakarta : EGC. 2001.
6.        Ho, D.D., et al. Rapid removal of plasma virons and CD4 lymphocytes in HIV infection. Nature 1995 Jan 12; 373 (6510): 123-6
7.        Pinching, A.J. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS). In Roitt IM and Delves PJ (eds). Encyclopedia of Immunology (vol 1). New York, Academy Press. 1992
8.        Doenges. M. E., Moorhouse. M. F., & Geissler.A.C. Nursing Care Plans .3 rd. ed. Philadelphia: FA. Davis Company.  1993.
9.        Nursalam. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika. 2001
10.     Iyer,P.P.,Taptich, B.J., & Bernochi-Losey, D. Nursing Process and Nursing Diagnosis: Philadelphia. W.B. Saunders Company. 1996
11.     Carpenito. L.J. Nursing Care Plans & Documentation : Nursing Daignoses and Collaborative Problems (2 nd. Ed). Philadelphia. J.B. Lippincott Company.  1995.
12.     Carpenito. L.J. Nursing Diagnosis : Application to Clinical Practice. 6th ed. Alih Bahasa : Tim PSIK Unpad. Jakarta : EGC. 2000.
13.     McFarland. G. K., & McFarland. E. A. Nursing Diagnosis & Intervention .3 rd. St. Louis: Mosby. 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar